Thursday, October 31, 2013

KETENANGAN UNTUK LUNA

Ketenangan Untuk Luna

       karya:  Afif Nuur Hidayat

    Suara tangis mewarnai setiap malam di desa. Berasal dari sebuah taman yang indah namun gelap di setiap malamnya karena tak ada satu penerangan pun di taman ini. Tangisan yang tiada hentinya dari sesosok makhluk wanita penunggu taman yang kerap kali dikenal dengan sebutan 'Kuntilanak'.
    Ia selalu sedih karena belum bisa pergi ke dunia arwah, tempat seharusnya dia berada. Ia masih mempunyai urusan yang belum terselesaikan, yaitu untuk melupakan kekasihnya yang ditinggalkannya pergi.
    Suatu malam, Kuntilanak itu mengunjungi tempat kerabatnya, Pocong untuk meminta pertolongan. Belum sempat ia bicara, si Pocong berkata kepadanya, "Pasti kamu memerlukan bantuanku untuk membawamu ke dunia arwah?" Kuntilanak menjawab, "Bagaimana kau tahu?" Pocong berkata, "Tentu saja aku tahu, semua hantu datang ke sini dengan tujuan sama sepertimu. Ceritakan apa masalahmu?" Kuntilanak pun bercerita, "Aku mati dengan masih meninggalkan seorang kekasih. Dia sangat mencintaiku dan akupun begitu. Karena hal itu, aku tidak bisa pergi dari dunia ini kecuali aku bisa melupakannya dan dia sudah mendapatkan penggantiku." Mendengar hal itu, Pocong pun berkata, "Ikutlah denganku."
    Kuntilanak mengikuti Pocong dengan penuh rasa penasaran. Tibalah mereka di tempat perkumpulan kuntilanak-kuntilanak di desa itu. "Bergabunglah dengan mereka dan ceritakan masalahmu!" perintah Pocong kepada Kuntilanak. Kuntilanak pun menceritakan masalahnya kepada segerombolan kawan-kawan barunya disana. Salah satu dari anggota mereka berkata, "Jumpailah 40 orang di desa ini dan takut-takutilah mereka! Jika kamu berhasil menakuti mereka, ujian pertamamu berhasil." Kuntilanak pun langsung pergi menyusuri desa untuk mencari korbannya.
    Di malam pertama, ia hanya berhasil menakuti 5 orang dari 25 orang yang dijumpainya. Ke-20 orang lainnya berhasil menghindarinya dengan cara menodongkan gunting ke arahnya. Ia berpikir keras agar bisa menakuti lebih banyak orang lagi. Akhirnya ia menemukan sebuah ide dengan membuang dahulu benda-benda tajam dari orang yang akan ditakutinya dengan bantuan dari kerabatnya, si Pocong. Dengan susah payah karena si Pocong tidak bisa menggunakan tangannya, alhasil si Pocong menggunakan gigi dan mulutnya untuk melakukan hal itu dengan Kuntilanak yang membuka tas calon korbannya. Cara itu pun berhasil. Di malam kedua, dia mampu menakuti 35 orang sehingga dia berhasil melewati ujian tahap pertama.
    Kuntilanak kembali ke markas untuk menanyakan apa ujian selanjutnya, "Apa yang harus aku lakukan lagi?" tanya Kuntilanak. Salah satu kawannya berkata, "Takutilah kekasihmu. Maka jika dia takut kepadamu, dia akan lebih mudah melupakanmu dan kau akan cepat tenang." Kuntilanak menjawab, "Aku tidak bisa melakukan itu!" kawannya berkata, "Kamu harus bisa!"
    Kuntilanak menjadi galau. "Bagaimaa aku bisa menakut-nakuti orang yang sangat aku cinta? Tapi aku haris lakukan ini! Karena dengan cara itulah aku bisa ke dunia seharusnya aku berada." gumamnya dalam hati.
     Pada keesokan malam, Kuntilanak menuju rumah sang kekasih. Sesampainya disana, ia melihat kekasihnya sedang duduk di depan meja lerjanya. Ia bingung apa yang harus dilakukannya. Ia merasa sangat tega apabila harus menakuti kekasihnya. Namun, dengan pertimbangan yang matang demi kebaikan mereka berdua akhirnya ia melakukannya. Kuntilanak mulai memasuki kamar kekasihnya. Sesaat sebelum kekasihnya melihatnya, Kuntilanak malah pergi dari kamar kekasihnya dengan derai air mata. Kuntilanak tak tega pada kekasihnya.
    Dia kembali ke markas dengan mata sayup. Sang kawan menghampirinya dan bertanya, "Kamu gagal melakukannya? Kamu tak ingin melihat kekasihmu bahagia? Pikirkanlah baik-baik!"
    Kuntilanak merenungi perkataan kawannya. Hingga ia akhirnya kembali mencoba di malam berikutnya. Ia langsung menuju kamar kekasihnya. Kekasihnya menoleh kearahnya berada dan ketakutan melihat sosok Kuntilanak hingga akhirnya pingsan.
    Kuntilanak berhasil melewati ujian keduanya. "Kamu berhasil. Sekarang, kamu harus melewati ujianmu yang terakhir." kata kawan Kuntilanak. "Apa ujiannya?" tanya Kuntilanak. "Kamu harus mencari pendamping untuk kekasihmu!"
    Kuntilanak mulai berpikir bagaimana dia bisa mancarikan pendamping untuk kekasihnya. Hingga Kuntilanak teringat kepada sahabatnya dulu yang kabarnya tertarik kepada kekasihnya. Malam itu juga ia mendatangi rumah sahabatnya.
    Setibanya ia di rumah sahabatnya, ia mendapati sahabatnya tertidur dengan lelap. Ia pu masuk ke dalam kamar sahabatnya dan membangunkannya. Sahabatnya yang terbangun itu pu kaget dan takut setengah mati melihat sosok makhluk halus di depannya. "Jangan takut, Airin! Aku adalah Luna, sahabatmu dulu." kata Luna, si Kintilanak. "Benarkah? Bagaimana kamu bisa ke sini? Bukankah kamu sudah mati?! Kenapa engkau belum pergi dari dunia ini?" tanya Airin, sahabat Kuntilanak. "Itulah mengapa aku datang menemuimu, Airin. Aku tidak bisa pergi ke dunia arwah sebelum aku bisa melupakan Robert, kekasihku. Di samping itu, Robert juga harus menemukan penggantiku." kata Luna, si Kuntilanak. "Lalu apa hubungannya denganku?" tanya Airin. "Aku mohon bantuanmu, Irin. Aku rasa hanya kamu yang pantas menggantikanku untuk mendampingi Robert! Tolong, Airin! Hanya dengan itulah aku bisa tenang." jawab Kuntilanak. "Aku memang cinta dengan Robert. Tapi apa aku mampu meluluhkan hatinya? Dia hanya cinta padamu, Luna!" kata Airin diiringi air mata yang keluar dari matanya. "Kamu pasti bisa, Airin! Kamulah yang terbaik untuk Robert. Aku percaya padamu!" jawab Kuntilanak meyakinkan Airin. Suasana menjadi penuh haru dan isak tangis. Lalu, Kuntilanak pun pergi meninggalkan Airin.
    Berhari-hari Kuntilanak menunggu sahabat dan kekasihnya bersatu. Hingga di suatu malam, ia melihat Airin dan Robert pergi ke sebuah cafe. Bahagia sekaligus sedih hati Kuntilanak melihat kekasihnya pergi bersama. Namun, inilah yang terbaik untuknya, Robert, dan juga Airin, sahabatnya.
    Pocong dan para anggota perkumpulan kuntilanak yang tak kuasa melihat  Luna menangis, mendekat dan mencoba menenangkan hati Luna. Mereka terbawa dalam suasana sedih sekaligus bahagia. Sekejap kemudian, Luna perlahan menghilang dengan diiringi tebaran cahaya di sekelilingnya. Ia berhasil melewati semua ujian dan pergi menuju dunia tempat seharusnya ia berada.